Hubungi saya via WA di bawah ini

NU DAN AJARANNYA

NU DAN AJARANNYA
Nahdlatul Ulama (NU), sebagai jam'iyyah sekaligus gerakan diniyyah islamiyah dan ijtima'iyah, sejak awal berdirinya telah faham Ahlussunnah Wal-Jama'ah sebagai basis ideologi (dasar berakidah), dengan menganut pola keagamaan bermadzab. Dalam bidah fiqih, NU mengikuti salah satu madzhab yang empat (al-madzahib al-arba'ah); Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Dalam bidang Tashawuf mengikuti madzhab al-Ghazali dan al-Hasan al-Syadzili yang telah digariskan oleh Syaikh al-Thaifah al-Shufiyyah wa Sayyiduha, al-Imam Abu al-Qasim al-Junaidi al-Baghdadi. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan oleh Hadlratusysyaikh KH Muhammad Hasyim Asy'ari dalam Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah.

Ahlussunnah Wa al-Jama'ah sebagai sebuah nama, tidaklah muncul pada masa Rasulullah, sebagai pembawa wahyu samawi terakhir yang dikemas dalam agama Islam. Pada masa Rasulullah, seorang yang memeluk Islam, cukuplah ia disebut sebagai Muslim atau Mu'min. Namun setelah lahirnya beragam aliran sempalan dalam Islam seperti Khawarij, Syiah, Qadariyah dan lain-lain, pasca terjadina pembunuhan terhadap Khalifah utsman bin Affan Dzunnurain, dan terjadinya konflik internal di kalangan umat Islam, yang melibatkan tokoh-tokoh terkemuka sahabat Nabi pada masa itu, seperti Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Zubair bin al'awwam,Thalhah bin Ubaidillah dan Ummul Mu'minin Aisyah al-Shiddiqah dalam peperangan Jamal, dan kemudian disusul dengan konflik antara Sayyidina Ali bin Abi Thalib versus Mu'awiyah bin Abi Sufyan-yang membangkang terhadap khalifah yang syah secara syar'i, sehingga terjadialah tragedi peperangan Shiffin, maka generasi yunior para sahabat Nabi seperti Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar dan Abu Sa'id al-Khudri -radhiyallau 'anhum, memberkan nama kelompok mayoritas ummat Kaum Muslimin yang masih konsisten dengan ajaran dan pemikiran awal Islam yang dibawa oleh Rasulullah dan dipraktekkan oleh para sahabat al-sabiqun al-awwalun min al-muhajirin wa al-anshar dengan nama Ahlussunnah Wa al-Jama'ah. Nama Ahlussunnah Wa al-Jama'ah, hanya sebatas pembeda antara mayoritas umat Islam dengan kelompok-kelompok minoritas umat Islam yang membawa nama-nama tertentu sesuai dengan ajaran yang mereka kembangkan.
Oleh karena demikian, tidaklah aneh jika dalam rentang sejarah perjalanan panjang umat Islam, tidak semua aliran keislaman yang ada mengklaim dirinya menyandang nama Ahlussunnah Wa al-Jama'ah. Aliran Mu'tazilah misalnya menamakan dirinya Ahl al 'adli wa al-Tauhid (pengusung keadilan dan monoteisme). Aliran militan Khawarij menamakan dirinya dengan berbagai nama seperti al-Syurat (aliran yang menjual dirinya kepada Allah). Nama Ahlussunnah wa al-jama'ah, pada kurun waktu tertentu sesudah generasi al-salaf al-shalih, terutama pasca abad ketiga hijriah, diklaim oleh dua aliran yang mengikuti pola keagamaan bermadzhab, yaitu pertama, kelompok mayoritas kaum Muslimin yang mengikuti madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi, dan kedua, kelompok minoritas yang mengikuti paradigma pemikiran Syaikh Ibn Taimiyah al-Hanbali, yang lebih dikenal dengan sebutan ghulat al-hanabilah (ekstrimitas penganut madzhab Handbali), untuk membedakan mereka dengan fudhala' al-hanabilah (arus utama penganut madzhab Hanbli) yang bergabung dalam madzhab al-Asy'ari dan al-Maturidi.
Belakangan, kelompok ghulat al-hanabilah tersebut dikenal dengan aliran Wahabi dan Salafi yang mengikuti paradigma pemikiran tektualitas, statis dan verbalistik.
Dewasa ini, seiring dengan derasnya perkembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidanng, menuntut kita agar terus memacu diri mengkaji Ahlussunnah Wa al-jama'ah dari berbagai aspeknya. Mulai dari aspek teologi, sejarah sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya, agar warga nahdliyin dapat memahami, memperdalam, menghayati dan mengejawanthkan warisan ulama al-salaf al-shalih yang berserakan dan tersimpan dalam tumpukan kutub al-turats.
wallahu a'lam
Share on Google Plus

About SANTRI

0 komentar:

Posting Komentar