Hubungi saya via WA di bawah ini

KONSEP AQIDAH MATURIDIYAH



KONSEP AQIDAH MATURIDIYAH

    Pada prinsipnya, aqidah Maturidiyah memiliki keselarasan dengan aqidah Asy’ariyah. Itu ditunjukkan oleh cara memahami agama yang tidak secara ekstrem sebagaimana dalam kelompok Mu’tazilah. Yang sedikit membedakan keduanya, bahwa Asy’ariyah fiqhnya menggunakkan madzhab Imam Syafi’i dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah menggunakan madzhab Imam Hanafi.
Asy’ariyah berhadapan langsung dengan kelompok Mu’tazilah, tapi Maturidiyah menghadapi berbagai kelompok yang cukup banyak. Di antara kelompok yang muncul pada waktu itu adalah Mu’tazilah, Mujassimah, Qaramithah dan Jahmiyah. Juga kelompok agama lain, seperti Yahudi, Majusi dan Nasrani.
Sikap tawasuth yang ditunjukkan oleh Maturidiyah adalah upaya pendamaian antara al-naqli dan al-Aqli (nash dan akal). Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kesalahan apabila kita berhenti berbuat pada saat tidak terdapat nash (naql), sama juga salah apabila kita larut tidak terkendali dalam menggunakan rasio (‘aql). Menggunakan ‘aql sama pentingnya dengan menggunakan naql. Sebab akal yang dimiliki oleh manusia juga berasal dari Allah, karena itu dalam al-Qur’an Allah memerintahkan umat Islam untuk menggunakan akal dalam memahami tanda-tanda (al-ayat) kekuasaan Allah yang terdapat di alam raya. Dalam al-Qur’an misalnya ada kalimat liqaumin yatafak-karun, liqaumin ya’qilun, liqaumin yatadzakkarun, la’allakum tasykurun, la’allakum tahtadun dan sebagainya. Artinya bahwa penggunaan akal itu, semunya diperuntukkan agar manusia memperteguh iman dan takwanya kepada kepada Allah SWT.
Yang sedikit membedakan dengan Asy’ariyah adalah pendapat Maturidiyah tentang posisi akal terhadap wahyu. Menurut Maturidiyah, wahyu harus diterima penuh, tapi jika terjadi perbedaan antara wahyu dan akal, maka akal harus berperan mentakwilkanna. Terhadap ayat-ayat tajsim (Allah bertubuh) atau tasybih (Allah serupa makhluk) harus ditafsirkan dengan ati majazi (kiasan). Contoh seperti lafal yadullah yang arti aslinya “tangan Allah” ditakwil menjadi “kekuasaan Allah”.
Tentang sifat Allah, Maturidiyah dan Asy’ariyah sama-sama menerimanya. Namun, sifat-siifat itu bukan sesuatu yang berada di luar zat-Nya. Sifat tidak sama dengan zat, tetapi tidak dari selain Allah. Misalnya, Tuhan Maha Mengetahui, bukanlah dengan Zat-Nya tetapi dengan pengetahuanya (‘ilmu)-Nya (ya’lamu bi ‘ilmihi).
Dalam persoalan “kekuasaan” dan “kehendak” (qudrah dan iradah) Tuhan, Maturidiyah berpendapat bahwa kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh Tuhan sendiri. Jadi tidak mutlak. Meskipun demikian, Tuhan tidak dapat dipaksa atau terpaksa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Misalnya Allah menjajikan orang baik masuk surga, orang jahat masuk neraka, maka Allah akan menepati janji-janji tersebut. Tapi dalam hal ini, manusia diberikan kebebasan oleh Allah menggunakan daya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk. Itulah keadilan Tuhan.
Karena Manusia diberi kebebasan untuk memilih dalam berbuat, maka--menurut Maturidiyah—perbuatan itu tetap diciptakan oleh Tuhan. sehingga perbuatan manusia sebagai perbuatan bersama antara manusia dan Tuhan. Allah yang mencipta dan manusia yang-kasab-nya. Dengan begitu manusia yang dikehendaki adalah manusia yang selalu kreatif, tetapi kreativitas itu tiddak menjadikan makhluk sombong karena merasa mampu menciptakan dan mewujudkan. Tetapi manusia yang kreatif dan pandai bersyukur. Karena kemampuannya melakukan sesuatu tetap dalam ciptaan Allah.

Share on Google Plus

About SANTRI

0 komentar:

Posting Komentar